Hukum Merayakan Ulang Tahun Dalam Islam
Sabtu, 13 Oktober 2018
Edit
Hukum Merayakan Pesta Ulang Tahun atas kelahiran seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu bila dilakukan, tidak bernilai ibadah.
Cukup banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun. Tentu mereka tiba dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan penolakan mereka terhadap Perayaan Pesta Ulang Tahun antara lain:
1. Ulang tahun bila hingga menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah bid’ah. Sebab Rasulullah SAW belum pernah memerintahkannya, bahkan meski sekedar mengisyaratkannya pun tidak pernah. Sehingga bila seorang muslim hingga merasa bahwa perayaan hari ulang tahun itu sebagai sebuah kewajiban, masuklah ia dalam kategori pembuat bid’ah.
2. Ulang tahun yaitu produk Barat/ non muslim
Selain itu, kita tahu persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari barat yang nota bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, bekerjsama kita punya kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai bangsa muslim, malah mengekor Barat dalam duduk kasus tata kehidupan.
Seolah contoh hidup dan kebiasaan orang Barat itu mau tidak mau harus dikerjakan oleh kita yang muslim ini. Kalau hingga demikian, bekerjsama jiwa kita ini sudah terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka hingga mendarah daging di otak kita, sampai-sampai banyak di antara kita mereka kurang sreg jikalau pada hari ulang tahun anaknya tidak merayakannya. Meski hanya sekedar dengan ucapan selamat ulang tahun.
3. Apakah Manfaat Merayakan Ulang Tahun?
Selain itu perlu juga kita renungkan sebagai muslim, apakah tujuan dan manfaat bekerjsama sanggup kitadapat dari perayaan ini? Adakah nilai-nilai positif di dalamnya? Ataukah sekedar meneruskan sebuah tradisi yang tidak ada landasannya? Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang?
Pertanyaan berikutnya,adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu atau amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertanyaan berikutnya dan ini akan menjadi sangat penting, adakah dalam pelaksanaan program ibarat itu maksiat dan dosa yang dilanggar?
Yang terkahir namun tetap penting, bila ternyata semua tanggapan di atas positif, dan program ibarat itu menjadi tradisi, apakah tidak akan menyebabkan salah paham pada generasi berikut seperti program ibarat ini ‘harus’ dilakukan? Hal ini ibarat yang terjadi pada upacara peringat hari besar Islam baik itu kelahiran, isra` mi`raj dan sebagainya.
Jangan hingga dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun yaitu ‘sesuatu’ yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah kehilangan makna?
Kalau menimbang-nimbang pernyataan di atas, ada baiknya kita yang sudah terlanjur Merayakan Ulang Tahun buat anak atau bahkan untuk diri kita sendiri melaksanakan penilaian besar.
Sebaliknya, mungkin ada baiknya anutan yang disampaikan oleh Dr. Yusuf Al-Qradawi ihwal ulang tahun untuk anak. Misalnya, pada dikala anak itu berusia 7 tahun, tidak ada salahnya kita ajak ia untuk memberikan pesan-pesan dalam program khusus ihwal keadaannya yang sekarang menginjak usia 7 tahun. Di mana Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada para orang bau tanah untuk menyuruh anaknya shalat di usia itu.
Bolehlah dibentuk program khusus untuk penyampaian pesan ini, semoga terasa ada kesan tertentu di dalam diri si anak. Bahwa semenjak hari itu, dirinya telah mendapat sebuah kiprah resmi, yaitu diperintahkan untuk shalat.
Nanti di usia 10 tahun, hal yang sama boleh dilakukan lagi, yaitu sebagaimana perintah Rasulullah SAW untuk menambah atau menguatkan lagi perintah shalat. Kali ini dengan bahaya pukulan bila masih saja malas melaksanakan shalat. Bolehlah diadakan suatu program khusus di mana inti acaranya menetapkan bahwa si anak hari ini sudah berusia 10 tahun, di mana Rasulullah SAW membolehkan orang bau tanah memukul anaknya bila tidak mau shalat.
Kira-kira usia 15 tahun lebih kurangnya, ketika anak pertama kali baligh, boleh juga diadakan program lagi. Kali ini orang bau tanah menegaskan bahwa anak sudah termasuk mukallaf, sehingga semua hitungan amalnya baik dan jelek semenjak hari itu akan mulai dicatat. Bolehlah pada hari itu orang bau tanah menciptakan program khusus yang pada dasarnya memberikan pesan-pesan ini.
Makara bukan tiap tahun bikin pesta undang teman-teman, kemudian tiup lilin, potong kue, bernyanyi-nyanyi, memberi kado. Pola ibarat ini sama sekali tidak diajarkan di dalam agama kita dan cenderung tidak ada manfaatnya, bahkan jikalau mau jujur, justru merupakan cerminan dari sebuah mentalitas bangsa terjajah yang rela mengekor pada tradisi bangsa lain.
Bukankah Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari padanya? Lalu mengapa kita bangsa Islam ini harus mengekor pada tradisi bangsa lain yang jauh lebih rendah dalam hal Pesta Ulang Tahun ?
sumber : blog.re.or.id